Oleh: Aisyah Intan Fakhmasari – Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
Opini – Pandemi yang diakibatkan oleh covid-19 saat ini sudah kurang lebih satu tahun melanda indonesia. Tentu saja hal itu sangat berpengaruh pada metode pembelajaran yang diterapkan pada sistem pendidikan sekarang dengan mengharuskan untuk merubah sistem pembelajaran di semua instansi pendidikan. Kegiatan belajar mengajar ( KBM ) dilakukan secara daring ( online learning ) dari rumah sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Di satu sisi dengan diiringi kemajuan teknologi internet yang telah memudahkan masyarakat-masyarakat untuk berinteraksi tanpa harus bertatap muka secara langsung dan oleh karena itu ,dalam situasi kali ini jelas ada beberapa poin keuntungan ataupun kerugian yang dihasilkan bagi sistem pendidikan nasional di indonesia.
Dalam sistem pendidikan sekarang, berkembangnya ideologi pasar merupakan konsekuensi dari kebijakan sistem pemerintahan indonesia yang berpihak dari kapitalisme global. Pemaksaan penetapan hukum neoliberalisme pada dunia pendidikan memberikan dampak pada liberalisasi pendidikan.
Era neoliberalisme yang selama ini menjadikan pendidikan sebagai komiditi bisnis pun kabarnya sedang diambang keruntuhan. Dengan adanya kebijakan sosial (social distance) di indonesia yang mengharuskan para pelajar hingga mahasiswa untuk belajar dirumah. Dari situ munculah nada-nada protes dari para wali untuk pengembalian SPP/UKT, penghapusan UN (pada akhirnya dikabulkan) penghapusan skripsi,dan sebagainya.
KBM hanya sekedar dipindahkan dari yang sebelumnya dilakukan secara langsung/tatap muka di kelas nyata, sekarang harus dilakukan dengan cara bertatap muka melalui via gadget/gawai di kelas online dengan jumlah murid yang sama. Tugas tugas sekolah ataupun perkuliahan yang sebelumnya diberikan di kelas dan di kumpulkan di meja guru, sekarang di kumpulkan melalui via email atau media sosial sang guru/dosen. bahkan uang yang biasanya digunakan untuk ongkos transportasi ke sekolah/kampus, sekarang digunakan untuk membeli paket data internet yang lebih besar agar mampu mengikuti pembelajaran daring ( online learning ) tanpa buffering.
Namun tentu saja dengan di langsungkan nya metode seperti itu, tidak sedikit keluhan-keluhan yang bermunculan. Seperti contohnya saja banyak diantara para mahasiswa mengeluh karena UKT-nya yang sudah terlanjur dibayarkan penuh tetapi tidak dapat menggunakan fasilitas kampus sama sekali selama 2 memester ini. Beberapa diantara dari mereka pun menuntut kampusnya untuk merelokasi atau memberikan keringanan anggaran fasilitas kampus menjadi subsidi untuk membeli paket data internet.
Sebagian memang ada yang disetujui oleh pihak kampusnya dan ada pula yang ditolak mentah-mentah oleh rektor kampusnya salah satunya adalah kampus saya sendiri. Kemudian kita lihat dari sisi lain, para guru dan tenaga guru honorer juga mengeluh karena gaji yang tidak dibayarkan oleh pihak sekolah dikarenakan dengan alasan yang diberi gaji hanyalah guru tetap (PNS) yang memberikan pembelajaran daring ke siswa.
Sedangkan bagi mereka yang masih honorer jika tidak diberikan pembelajaran ke siswa maka mereka tidak akan diberi gaji. Belum lagi dengan halnya tidak meratanya infrastruktur seperti listrik, jaringan internet dan kepemilikan gadget/gawai dikalangan masyarakat tentunya menjadi salah satu penghalang untuk melakukan pembelajaran daring (online learning) hingga ke pelosok negeri. Ketika hal tersebut tidak diselesaikan dengan segera maka ketimpangan kualitas pendidikan di indonesia saat ini akan semakin tinggi dan liberalisasi di sektor pendidikan akan semakin ugal-ugalan.
Ketika kementerian pendidikan bapak. Nadiem makarim menerbitkan surat edaran tentang pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah untuk mencegah terjadinya penyebaran Covid-19, namun coba kita pikirkan kembali bagaimana ekspresi kebingungan yang tampak dari saudara-saudara kita di ujung papua sana? atau bagaimana dengan mereka yang berada di pedalaman sumatera dan kalimantan?, yang kebutuhan pokok seperti listrik pun jarang hidup apalagi internet? kenapa di dalam isi surat edaran tersebut tidak menyinggung sedikitpun tentang alternatif pembelajaran seperti apa yang dapat mereka lakukan ditengah pandemi saat ini? kondisi seperti ini nyatanya tidak menguntungkan kita sama sekali.
Justru disamping keluhan-keluhan tersebut, para borjuasi sedang berpesta ria karena pundi-pundi uangnya yang semakin bertambah. Dalam 3 bulan terakhir tahun ini ( januari-maret ), kekayaan Erick bertambah USD 4 miliar atau di kisaran 66 triliun rupiah.adapun harta totalnya diestimasi sudah mencapai kurang lebih 7,5 miliar USD berdasarkan kepemilikan saham di zoom. Maklum saja, zoom kini memang sedang menjadi aplikasi paling populer di tengah keterbatasan gerak orang-orang diluar rumah apalagi khususnya untuk pelajar dari jenjang sekolah dasar ( SD ) sampai dengan perguruan tinggi.
Dengan kondisi seperti ini sebenarnya bisa saja menjadi momentum untuk mewujudkan cita-cita “semua orang itu guru, alam raya sekolahku“ seperti yang sering dinyanyikan para musisi berhaluan sosialis. Dengan sistem dari (online learning) saat ini seharusnya materi-materi pembelajaran bisa diakses secara merata oleh semua masyarakat dari berbagai lapisan sosial. Bayangkan saja jika anak petani, anak tukang becak, anak pemulung, anak pengamen, semua bisa mengakses pendidikan dari para guru dan tenaga pendidik profesional secara bebas selagi mereka mempunyai gadget/ gawai untuk mengikuti pembelajaran dan terhubung dengan jaringan internet.
Dari situlah nantinya generasi-generasi bangsa dapat mencerdaskan dan menjadi tonggak dalam membangun kemandirian perekonomian nasional. Kuliah daring ( online learning ) yang dikarenakan oleh pandemi saat ini seharusnya bisa merealisasikan konsep merdeka belajar secara seutuhnya.
Gagasan untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional yang demokratis dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat indonesia akan menemukan titik terangnya. Konsep merdeka belajar yang dihasilkan dari skema pembelajaran daring ( online learning ) ini akan memuat 3 unsur, yakni “gratis. Ilmiah, dan demokratis (tidak diskriminatif)“. Konsep ini tentunya akan lebih progresif ketimbang konsep yang diluncurkan oleh kementrian pendidikan RI hingga saat ini.