Penadata, Fiksi – Disaat Robin hendak mengambil tas dan HP, ia tidak ditemani Henci. Lantaran perasaan Henci tidak karuan. Keringatnya menetes, kaki dan tangannya gemetar.
Saat Robin sudah berada didalam gedung, tiba-tiba ada suara teriakan;
“Yi aaayi, Mamaaaa”, teriak Robin dari dalam gedung
Henci yang masih tidak karuan itu justeru ikut teriak dari luar seperti mau lari
“Aaaaa…Weii, kenapa Robin?”, tanya Henci penasaran dengan nada keras
Robin tak membalas pertanyaan Henci dari luar. Terdengar suara peralatan dapur melayang kesana-kemari. Henci sepertinya hendak lari, namun tak kuasa ia meninggalkan sahabatnya, yang setiap hari menemani kemana ia pergi.
Tak berselang lama, tak ada lagi suara terdengar dalam dari dalam gedung. Bahkan Henci berkali-kali memanggil sahabatnya itu tak kunjung dibalas. Henci semakin tak karuan lagi.
Pikiranya melayang kesana-kemari. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada Robin.
“Jangan-jangan Robin dimangsa hantu?”, pikir Henci. Namun ia selalu menepis semua pikiran itu
“Robin…robin, kau dimana?” teriak henci lagi
Henci berusaha menelpon sahabat-sahabatnya.
“Pasti ada yang terjadi pada Robin”, gumam Henci
Semua sahabat yang ditelpon tidak ada satupun yang menjawab. Ia lalu mengirim pesan via whatsapp ke semua sahabat. Baik via japri maupun WA Grup.
Tak lama lagi matahari sore terbenam. Robin belum saja keluar dari gedung. Lampu didalam belum menyala. Tak ada satupun orang didalam, kecuali Robin. Situasi semakin hening. Kenderaan dan aktivitas pejalan yang biasanya meramaikan jalanan sekitar justeru tak terlihat sama sekali.
Henci semakin tak karuan lagi. Ketakutan sudah pada puncaknya. Kaki dan tangannya seperti mau lepas. Henci sangat ketakutan, apalagi sampai detik itu pun Robin tak kunjung keluar.
Henci teriak lalu terkencing-kencing lantaran bunyi telepon dikira hantu sedang menerkamnya. Ia sedikit lega, meskipun celananya basah
(Bersambung)
Djemi Radji