Siang itu sinar matahari terasa perih menembus tulang Abdul. Kumandang Adzan terdengar keras dari toa masjid. Menandakan waktu sholat zuhur tak lama lagi selesai. Sebelum menuju ke gedung samrat, Abdul mampir menunaikan sholat di masjid kampus. Jarak masjid tak jauh dari lokasi tujuan.
Sementara Henci dan Robin saling mengabarkan via whastsapp bahwa hari ini mereka janjian bertemu Abdul di gedung samrat. Namun Henci sepertinya mengurungkan niat datang. Ia trauma ke gedung samrat. Peristiwa yang pernah menimpanya sulit dilupakan. Kejadian itu sangat membekas.
“Bisakah kau sampaikan ke kak Abdul aku tak bisa datang, Robin?”
“Hah! Kenapa?”
“Kejadian kemarin masih menghantui pikiranku”, tulis Henci lewat pesan Whatsapp diakhiri emot menangis
“Ah! Kan ada kak Abdul. Aku tidak bisa menjelaskannya. Kamu telpon saja kak Abdul bahwa kau tidak bisa datang”
Abdul senior paling pemarah. Jika sudah menyepakati janji, tidak boleh dilanggar. Meski alasan yang disampaikan masuk diakal.
Tak lama, bunyi panggilan telepon berdering. Henci melewati panggilan pertama Abdul. Pada panggilan ke dua, Henci mengangkatnya.
“Hei! Kalian dimana? Saya sudah di depan Aula. Cepat ke sini saya tunggu!”
“Siap kak, saya segera ke sana!” Kata henci dengan terpaksa
Henci semakin tak karuan usai menerima telepon dari Abdul. Bayangan Hantu tambun sekejap datang di kepala. Ia berusaha melawan bayangan. Dan langsung menelpon Robin untuk segera datang ke gedung sam rat.
Sambil menunggu henci dan robin datang, Abdul yang penasaran penampakan Hantu Tambun seperti apa, ia langsung masuk ke gedung. Gedung ini biasanya tak dikunci. Abdul masuk begitu saja. Hawa gedung mulai terasa dingin. Abdul tak asing dengan hawa yang bikin merinding bulu kuduk. Ia tetap tenang.
Cahaya dalam gedung sedikit gelap. Jendela tertutup rapat. Terlihat tikus berlarian melihat Abdul yang dikira menangkap mereka. Abdul merasa sosok misterius mendekatinya. Ia tak nampak, tapi Abdul sangat merasakan. Abdul mulai merapal doa. Doa yang ia baca adalah doa yang pernah ia kirim ke Henci dan Robin.
Abdul tak gentar sedikitpun. Ia terlihat santai. Selain mengaku punya amalan jitu, ia juga banyak pengalaman menghadapi berbagai macam hantu. Mulai hantu ngesot, tak punya kepala, bibir memble rambut kriting dan kuntilanak.
Tak putus-putus doa ia rapalkan. Hantu Tambun semakin dekat dan segera menampakan dirinya. Abdul menahan napas. Doa ia terus baca dalam hati. Hantu itu dengan jelas menampakan dirinya. Abdul masih menahan napas sambil menutup mata. Setelah mata Abdul dibuka, hantu itu dengan tepat sudah berada di depan mata dan hidungnya.
Abdul yang sedikit latah, terkejut lalu kentut besar. Suara kentut seperti kain yang dirobek. Terdengar hingga pintu gedung sam rat. Henci dan Robin sudah di depan pintu gedung. Mereka tidak langsung masuk dan menyapa Abdul yang sedang melawan Hantu. Takut ketika upaya Abdul gagal.
Saat hantu menampakan dirinya, ia langsung hilang. Menurut Abdul, Hantu Tambun sangat seram dibanding hantu-hantu yang ia temui sebelumnya. Ia tak tahu, saat hantu menampakan dirinya, ia kentut keras. Kentut Abdul sampai di depan pintu. Rasa takut henci dan robin berubah sekejap. Mereka tertawa saat mendengar kentut yang tak lazim.
Saat mendengar sumber suara seperti mengejek, Abdul langsung naik pitam dan mendekati suara. Ternyata Henci dan Robin.
“Kurang ajar! Sudah terlambat, kalian malah tertawa. Apa yang lucu!”, Bentak Abdul
Mendengar bentakan senior, mereka langsung diam. Abdul ikut bertanya lagi, kenapa mereka tertawa.
“Maaf kak, minta maaf”, kata henci dengan pelan
“Kalian ini tidak tepat waktu. Aku pikir kalian sudah di sini sejak tadi”
“Kenapa kelian tertawa!?”, tanya Abdul lagi
“Sekali lagi maaf, kak. Kami tertawa karena kentut kak Abdul keras sekali”
“Perasaan tadi saya tidak kentut. Ah! Kalian ini”
Bersambung…
Oleh : Djemi Radji