Oleh: Wirna Tangahu, M.Pd.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan bagi anak-anak bangsa untuk meraih masa depan yang ceria. Tidak sedikit masalah yang dihadapi oleh para guru terutama dalam mengatasi pelbagai masalah yang muncul dari anak-anak peserta didik. Karena setiap anak yang lahir ke dunia, sangat rentan dengan berbagai masalah. Masalah-masalah yang ada biasanya berkaitan dengan gangguan pada proses perkembangannya, misalnya masalah fisik, psikis, sosial dan kesulitan belajar.
Para peserta didik cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Pada usia ini anak menjadi egosentris, agresif, dan hiperaktif. Masalah-masalah krusial yang ditimbulkan oleh anak-anak misalnya perilaku negatif seperti berbohong, mencuri, tidak saling menghargai dan menghormati sesama, tidak jujur, tidak toleransi, cinta damai dan sebagainya. Permasalahan ini kalau dibiarkan dan tidak mendapat perhatian yang serius dari guru, maka ini akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan bagi karakter anak-anak di masa-masa mendatang.
Konsekuensi dari semua itu, mereka akan cenderung berperilaku buruk, menampakkan karakter yang kurang baik, pada akhirnya menyebabkan dekadensi moral. Jika sudah seperti itu, maka generasi baru yang diharapkan sebagai pelanjut cita-cita bangsa akan menjadi generasi kerdil yang tidak memiliki orientasi dan karakter seperti yang diharapkan oleh bangsa ini.
Pendidikan karakter sangat penting ditanamkan sejak dini pada anak-anak. Karena pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (Gunawan, 2012) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Hal serupa dikemukakan oleh Elkind dan Sweet (Gunawan, 2012) adalah; Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within.
Pendidikan karakter merupakan suatu upaya yang dirancang secara baik dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Berdasarkan pengertian diatas, karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam sikap, pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat. Orang yang perilakunya sesuai dengan norma-norma disebut berkarakter mulia.
Pendidikan karakter merupakan sebuah gerakan nasional untuk menjadikan sekolah sebagai lembaga yang memberikan pembinaan etika dan bertanggung jawab bagi peserta didik. Memang disengaja, upaya proaktif oleh sekolah untuk menanamkan pada diri peserta didik akan nilai etis seperti peduli, kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain. Pendidikan karakter bukanlah ‘upaya cepat memperbaiki’ melainkan menyediakan solusi jangka panjang yang membahas masalah moral, etika dan akademik. Karena tujuan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial antara si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya.
Pembangunan karakter tidaklah cukup hanya dimulai dan diakhiri dengan penetapan misi saja. Hal ini perlu dilanjutkan dengan proses yang dilakukan terus menerus dan berlangsung sepanjang hidup melalui gerak shalat. Pendidikan karakter bagi anak usia dini dianggap penting karena kelompok anak ini berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini merupakan masa emas atau golden age, karena anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak tergantikan pada masa mendatang. Menurut berbagai penelitian di bidang neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100%.
Pendidikan karakter lebih ditekankan pada pembinaan moral anak itu sendiri. Karena anak dapat mengalami perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas. Moral merupakan suatu norma yang sifatnya kesadaran dan keinsyafan terhadap suatu kewajiban melakukan sesuatu atau suatu keharusan untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan tertentu yang dinilai masyarakat melanggar norma-norma moral. dalam hal ini dapat dikatakan bahwa suatu kewajiban dan norma moral sekaligus menyangkut keharusan untuk bersikap bersopan santun. Baik sikap sopan santun maupun penilaian baik buruk terhadap sesuatu, keduanya sama-sama bisa membuat manusia beruntung dan bisa juga merugikan. Misalnya, karena tuntutan untuk main judi, atau pencurian, kenakalan remaja, dan pemerkosaan. Durkheim pernah mengemukakan bahwa moral terus berkembang karena hidup dalam masyarakat, dan moral pun dapat berubah karena kondisi sosial. Inilah oleh Kohlberg ini dikenal dengan teori kognitif developmental, yaitu 3 tingkatan preconvesional, convesional dan postconvensional (Uno, 2010).