Hari sudah sore. Abdul, Henci dan Robin duduk di teras gedung. Suasana hening, akan tetapi tiba-tiba pecah oleh bising kenderaan lewat. Henci dan Robin saling curi pandang dan saling balas senyum. Mereka ingin sekali tertawa, namun tak kuasa. Abdul pasti tersinggung dan marah. Mereka paham betul karakter Abdul yang mudah tersinggung dan marah itu.
Di benak Henci dan Robin, kejadian baru saja terjadi tidak saja menengangkan, akan tetapi lucu dan dramatis. Senior yang telah menunjukan rapalan doa-doa pengusir hantu ternyata tak mampu membuka misteri siapa penunggu gedung sam rat itu. Belum lagi kentut Abdul yang keras seperti celana robek terdengar dari dekat.
Abdul terlihat sedikit tak karuan. Kepulan asap menutupi mukanya yang berminyak.
“Kak, kita pulang saja,” kata Henci
“Tunggu!” Abdul langsung menyambut saran Henci dengan nada tinggi
Abdul sepertinya ingin menenangkan diri sambil minta di temani. Ia masih sedikit sok kejadian tadi. Sepertinya ia jarang menghadapi jenis hantu penunggu gedung sam rat itu. Adzan magrib sudah berkumandang. Mereka bertiga segera beranjak dan menuju masjid tedekat.
“Ayo, kita sholat dulu”, ajak abdul.
Saat menghidupkan motor matik, abdul merasa ada yang aneh. Motor tak bisa digerakkan. Terasa berat saat di dorang ke kedepan. Ternyata ban motor bagian belakang Abdul bocor.
“Kak, ban belakang bocor”, kata Robin sambil menunjuk ke bawah ban belakang
“Astagafirullah. So soe apa kita ini. ebeeeh!”, keluh Abdul
Abdul bertanya, dimana bengkel motor kepada mereka. Lokasi lumayan jauh dari tempat mereka saat itu. Robin menyarakan agar motor seniornya itu di dorong hingga sampai masjid dan setelah sholat baru di dorang lagi sampai bengkel.
“Setelah sholat nanti kita antar ke bengkel, kak”, kata Robin
“Baik, kita jalan ke masjid dulu”, Abdul menimpali.
Hantu Tambun penghuni gedung sam rat terus menampakkan dirinya kepada siapa saja yang ingin mengetahui keberadaannya. Ia tak ingin gedung itu berubah berubah status. Apalagi sampai diklaim manusia sebagai tempat mereka beraktivitas. Termasuk menggunakan gedung tanpa permisi.
Ia ingin agar manusia menghargainya sebagaimana hantu-hantu penunggu lainnya, yang dihargai dengan berbagai ritual. Tanpa ritual, ia terus menghantui siapa saja. Hantu ini sangat gila akan pujian. Ia ingin disegani dan ditakuti oleh siapa saja, bahkan oleh komunitasnya sendiri.
Usai sholat, Henci dan Robin tengah duduk di pelataran masjid kampus. Mereka sedang menunggu Abdul menunaikan sholat sunnah.
“Bin, ternyata kak Abdul juga takut hantu, ya?”
“Padahal kan ia banyak amalan dan doa-doa pengusir mahluk halus”, tambah Henci
“iya juga! Tapi kan ia justru mendatangi hantu itu”, sahut robin
Di tengah perbincangan, Abdul sudah berada tepat dibelakang mereka.
“Ayo! Kita dorang lagi motor ke bengkel”, pinta Abdul
Mendengar suara senior dari belakang, dengan cepat henci dan robin menuju parkiran. Henci dan Robin bergantian menarik motor yang bocor sambil berjalan. Sebagai senior, Abdul diminta untuk mengendarai motor Robin sambil membuntuti mereka dari jarak dekat menuju bengkel.
Tibalah mereka di sebuah bengkel yang jaraknya 50 meter dari traffic light tepat di depan kolam renang yang dikelola pemerintah daerah. Sambil menunggu ban motor ditampal, abdul mengajak mereka berbincang-bincang. Sepertinya abdul ingin mengevaluasi kejadian kepada ke dua juniornya itu.
“Hen, apa betul saya kentut tadi”?
Sepertinya Abdul keberatan dengan tuduhan Henci bahwa ia ketut saat berada di gedung sam rat tadi sore. Abdul benar-benar tak sadar bahwa pantatnya itu mengeluarkan gas beracun yang diirigi ledakan khas.
“Benar, kak. Bahkan saya dan robin kaget dengan suara kentut kak Abdul tadi”, timpa henci
“betul kak”, sambung Robin menguatkan
Bersambung…