Oleh: Aliyah Ardiwati Maharani – Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang
TERORISME merupakan kejahatan yang sangat mengerikan bagi warga dunia internasional dan masyarakat Indonesia. Berdasarkan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Oleh karena itu, negara berkewajiban melindungi seluruh warga negaranya dari berbagai ancaman terorisme domestik dan internasional.
Kejahatan terorisme bukanlah hal baru di tingkat global dan domestik. Pada dasarnya, istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang berkonotasi sensitif karena terorisme mengarah pada munculnya korban sipil yang tidak bersalah. Maka, perlu dikembangkan kebijakan yang bertumpu pada ketentuan UUD 1945 berupa norma hukum yang ditetapkan dengan undang-undang yang dapat dijadikan landasan untuk mengantisipasi dan mengatasi setiap ancaman terhadap keamanan kehidupan warga negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia dan terpeliharanya keutuhan negara, Serta keutuhan negara dan bangsa kita.
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme merupakan landasan hukum bagi setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme untuk mendapatkan kompensasi atau restitusi. Namun demikian sampai saat ini belum ada yang mengatur pemberian kompensasi atau restitusi bagi korban, begitu pula dalam praktik peradilan kasus tindak pidana terorisme. Sekalipun akibat dari perbuatan tindak pidana terorisme telah banyak menimbulkan korban yang menderita kehilangan anggota badan, mengalami sakit ataupun sampai kehilangan nyawa.
Menanggapi tindakan terorisme yang dilakukan terhadapnya atau di dalam wilayahnya, pemerintah melancarkan operasi kontra terorisme terhadap pasukan terorganisir yang diidentifikasi atau diduga berada dibalik tindakan teroris. Kata kunci untuk tanggapan ini adalah “menghukum” atau “membunuh”, bersama dengan “pembalasan” atas apa yang dilakukan atau diduga dilakukan oleh individu, kelompok, atau negara teroris.
Pemerintah dan DPR RI telah menyusun RUU Keamanan Nasional dalam rangka meningkatkan keamanan masyarakat di seluruh tanah air, terutama mengatasi ancaman terhadap negara seperti terorisme. Peraturan tentang Kamnas tersebut salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan kondisi keamanan nasional yang kondusif dari berbagai ancaman salah satunya ancaman terorisme.
Namun demikian dalam pembahasannya, ada beberapa pasal yang akhirnya menjadi kontroversi karena dapat menimbulkan penilaian yang multitafsir bila pasal tersebut diterapkan untuk mengatasi gerakan terorisme. Terlebih bila tersangkut dengan masalah pelanggaran HAM. HAM yang menjadi perhatian ialah HAM masyarakat awam dan juga HAM para pelaku maupun terduga pelaku teror. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 30 Undang- Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM berbunyi “setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”.
Pada masa ini, negara sedang dalam upaya pembentukan rezim dan pertahanan diri dari ancaman penjajahan yang berusaha untuk kembali ke Indonesia. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sekarang Tentara Nasional Indonesia (TNI) memegang peranan yang sangat dominan dalam bidang pertahanan maupun keamanan dalam negeri. Peranan militer juga meliputi upaya untuk menjaga keutuhan bangsa dan kedaulatan, termasuk mengatasi berbagai usaha pemberontakan dan terorisme di dalam negeri.
Di samping itu, peranan kita sebagai mahasiswa juga sangat diperlukan untuk membantu pemerintah dalam menanggulangi terorisme dengan cara memperkuat ketahanan diri dari pelaku terorisme untuk menjaga negara Indonesia menjadi negara yang aman dan utuh. Kemudian yang terpenting adalah harus mampu memilah dan memilih informasi yang beredar di lingkungan kita, terlebih pada media sosial.