Masalah Sawit di Boalemo Harus Cepat Diselesaikan

Workshop Tata Kelola Sawit Berkelanjutan di Kabupaten Boalemo, pada Rabu (20/7/2022). 
Workshop Tata Kelola Sawit Berkelanjutan di Kabupaten Boalemo, pada Rabu (20/7/2022). 

Gorontalo – Sawit Watch, Boalemo Bergerak, Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda), dan Institute for Humanities and Development Studies (InHIHES) melakukan Workshop Tata Kelola Sawit Berkelanjutan di Kabupaten Boalemo, pada Rabu (20/7/2022). 

Workshop yang dilaksanakan di Hotel Grand Amalia tersebut untuk merespon permasalahan tata kelola sawit yang sampai hari ini masih bermasalah, khususnya permasalah dugaan pelanggaran pelaksanaan kemitraan antara petani plasma dan perusahaan kelapa sawit PT. Agro Artha Surya (AAS) yang sampai hari ini belum selesai.

Bacaan Lainnya

Dalam kegiatan itu, Andi Inda Fatinaware, Deputi Direktur Sawit Watch mengatakan permasalahan yang terjadi di Kabupaten Boalemo terkait masalah kemitraan antara petani dan perusahaan perlu secepatnya diselesaikan.

“Inpres No. 6 Tahun 2019 tentang rencana aksi nasional kelapa sawit berkelanjutan harus menjadi rujukan dalam memperbaiki masalah tersebut. Ia bilang, jika tidak cepat diselesaikan masalah kemitraan itu, akan memicu konflik yang lebih buruk lagi,” katanya

Menurutnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo harus membuat rencana aksi daerah (RAD) tata kelola sawit berkelanjutan untuk mendukung Undang-undang Cipta Kerja yang mengakomodir perbaikan dan moratorium tata kelola sawit.

“Pemda juga harus mendorong Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Meski Inpres tersebut belum sepenuhnya terimplementasikan dengan baik,” ucapnya

Sawit Watch sejak tahun 2019 sudah melakukan identifikasi masalah antara petani plasma dan perusahaan PT. AAS yang diduga ada pelanggaran kemitraan. Petani plasma tidak mendapatkan pembagian hasil yang sesuai dengan perjanjian awal, dan akhirnya berdampak terhadap pengelolaan sawit yang carut marut serta berimplikasi terhadap nila-nilai sosial kemasyarakatan.

“Dengan masalah tersebut, banyak petani yang kehilangan sumber pendapatannya karena lahan sawitnya dikuasai perusahaan, tanpa ada pembagian hasil yang sesuai,” ujarnya

Djemi Radji, Wakil Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Perjuangan Provinsi Gorontalo juga melakukan identifikasi masalah terhadap dugaan permasalah dugaan pelanggaran pelaksanaan kemitraan antara petani plasma dan perusahaan di Boalemo. 

Menurut Djemi, PT. AAS tidak transparan soal masalah produktivitas sawitnya ke koperasi dan petani. Akses informasi petani maupun koperasi ke perusahaan yang dibatasi yang menyebabkan perhitungan pendapatan panen tidak jelas, bahkan petani tidak mengetahui bahwa mereka berhutang kepada perusahaan.

Pada tahun 2017, saat perusahaan melakukan panen awal. Masyarakat harusnya mulai menerima penghasilan kebun plasma sebesar Rp. 1.350.000 per bulan untuk setiap hektar. Namun nyatanya, baru tahun kelima (2018) petani baru bisa menerima hasil kebunnya, itupun tidak sesuai dengan nilai yang dijanjikan perusahaan. 

Nilai yang diterima petani tidak merata/bervariasi walaupun luasannya sama. Bahkan jauh lebih rendah dari yang dijanjikan pada saat sosialisasi awal. Padahal, perusahaan memiliki kewajiban mengelola usaha perkebunan secara profesional, transparan, partisipatif, berdaya guna serta mengutamakan tenaga kerja lokal.

“Petani plasma di Boalemo dianggap berada di strata sosial paling rendah oleh perusahaan, sehingga perusahaan memberikan pembagian hasil ke petani plasma tidak proporsional,” jelasnya 

Ironisnya, setiap pengambilan keputusan perusahaan, harus dikoordinasikan lagi ke pimpinan yang lebih tinggi di Jakarta, sehingga berdampak terhadap penyelesaian konflik kemitraan yang tak kunjung selesai.

Dengan masalah-masalah tersebut, kata Djemi, Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo justru terkesan lepas tangan dengan apa yang dialami petani plasma. Sudah hampir 10 tahun sejak perusahaan masuk, pemerintah daerah belum bisa menyelesaikan dugaan permasalah dugaan pelanggaran pelaksanaan kemitraan antara petani plasma dan perusahaan. 

Bahkan, setiap instansi saling lempar tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah tersbut, mala menyelesaikan semepuhnya masalah itu ke Pemerintah Provinsi. Padahal, perijinan dan pengawasan perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan masih berada sepenuhnya di wilayah Kabupaten.

Sementara itu, Pejabat Bupati Boalemo, Hendriwan yang turut hadir dalam acara tersebut mengaku belum mengetahui sepenuhnya permasalah yang terjadi di wilayahnya sendiri soal dugaan permasalah dugaan pelanggaran pelaksanaan kemitraan antara petani plasma dan perusahaan PT. AAS yang berada di Kecamatan Wonosari. 

Ia meminta waktu dan akan membahas secara langsung dengan instansi terkait untuk mencari solusi dalam menyelesaikan permasalah tersebut.  

Pos terkait