Invasi Rusia-Ukraina Referensi Tiongkok Ambil Alih Taiwan

Ilustrasi perang (Sumber foto: Pixabay.com)
Ilustrasi perang (Sumber foto: Pixabay.com)

Oleh : Ahmad Ferari Ilalahi – Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang

KONFLIK Rusia dan Ukraina pada tahun 2022 belum kunjung selesai setelah kurang lebih lima bulan berlalu. Konflik yang berawal dari adanya kelompok milisi pemberontak yang berada di Donbass. Selain itu pemimpin Ukraina yang menjadi ke Barat-baratan serta menginginkan menjadi bagian dari NATO juga menjadi alasan Rusia menginvasi Ukraina. Adanya invasi ini nampaknya berpengaruh dengan apa yang terjadi antara Tiongkok dan Taiwan.

Bacaan Lainnya

Hal ini diungkapkan langsung oleh Chi Kuo-cheng Menteri Pertahanan Taiwan yang menyebutkan bahwa “Perang Rusia-Ukraina telah memberi tahu semua negara, termasuk negara kita sendiri, dan musuh kita tak terkecuali. Kami harus terus memantau (situasi) dengan cermat. Kami memiliki kesempatan yang sangat bagus untuk belajar, dan kamu akan menggunakannya. Itu pasti akan berubah. 

Adapun bagaimana itu akan berubah, itulah yang akan terus kami nilai”. Dari ungkapan tersebut terlihat bagaimana Taiwan telah mengantisipasi apa yang akan terjadi. Terutama serangan dari negara tetangganya Tiongkok yang berseteru dengan Taiwan sejak lama.

Perseteruan berawal ketika berakhirnya perang saudara antara pihak Komunis Tiongkok dengan pihak Nasionalis Komintang (KMT) pada tahun 1945-1949. Taiwan yang pada saat itu dikuasai oleh pihak nasionalis Komintang memisahkan diri pemerintahan Tiongkok yang mana pada saat itu dikuasai oleh pihak Komunis.

Oleh karena itulah pada daratan Tiongkok terdapat dua pemerintahan yang mana keduanya menginginkan kedaulatan sehingga sering menimbulkan pergerakan antara kedua negara ini. Perseteruan ini terus berlanjut hingga saat ini dengan banyaknya aktivitas militer dari kedua negara di daerah perbatasan antara Taiwan dan Tiongkok.

Perseteruan menjadikan saya berpikir kembali tentang siapa yang salah dan siapa yang benar. Tiongkok yang menganggap bahwa Taiwan merupakan bagian dari Tiongkok yang memisahkan diri berdasar kepada aspek historis, budaya, geografis, dan bahasa. Taiwan yang mengklaim bahwa dirinya telah berpisah dan resmi menjadi negara yang berdiri sendiri secara berdaulat dan terlepas dari Tiongkok sepenuhnya. 

Kedua negara memiliki alasan yang kuat untuk membela kedaulatannya. Namun terlepas dari itu, adanya konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain tentang bagaimana jika negara yang memiliki kekuatan besar menginvasi negara dengan “kekuatan dibawahnya.  

Menurut saya, serangan terhadap Ukraina akan menjadi tolak ukur baru bagi Tiongkok tentang strategi apa yang akan digunakan untuk merebut Taiwan dan apa saja yang perlu digunakan selain aspek militer Tiongkok yang kuat. Pasalnya serangan Rusia ke Ukraina yang direncanakan hanya akan berlangsung seminggu ternyata memakan waktu hingga hampir lima bulan lamanya dan belum berakhir hingga saat ini. Tiongkok perlu memikirkan lagi apa yang harus dilakukan untuk merebut Taiwan dengan cara yang efisien dan tidak memakan waktu lama.

Pengambil alihan Taiwan juga menjadi tujuan Tiongkok yang akan terus dilakukan dengan cara apapun. Hal ini telah diungkapkan langsung oleh Menteri Pertahanan Tiongkok Wei Fenghe. “Kami akan berjuang dengan segala cara dan kamu akan berjuang sampai akhir. Ini adalah satu-satunya pilihan bagi China,” ungkapnya. Hal ini tentu tidak akan mudah mengingat Amerika Serikat yang menjadi tameng utama sekaligus aliansi militer utama dari Taiwan itu sendiri.

Lantas apa yang harus dilakukan oleh Tiongkok saat ini? Sebaiknya Tiongkok menahan diri terlebih dahulu untuk mengamati kondisi yang ada di Rusia-Ukraina untuk mematangkan kembali rencana pengambil alihan Taiwan ini. Tiongkok yang memiliki kekuatan militer dan teknologi yang kuat belum tentu bisa mengalahkan Taiwan dengan cepat dan tepat. 

Perlu ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh Tiongkok untuk melakukan upaya reunifikasi ini. Seperti dengan melakukan pengamatan terhadap kondisi Taiwan secara berkala, mempersiapkan kondisi masyarakat baik dari ekonomi, pangan, sandang, papan jika terjadi kecaman dari negara ataupun organisasi internasional, serta mengantisipasi adanya “senjata makan tuan” mengingat adanya Amerika Serikat yang pasti akan ikut turun tangan jika Tiongkok melakukan upaya reunifikasi ini.

Pos terkait