Dampak Keberadaan Hizbut Tahrir Di Indonesia yang Berakhir Pembubaran

Sumber; CNN Indonesia
Sumber; CNN Indonesia

Oleh: Sa’ad Abi Waqqosh – Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang

​​Hizbut Tahrir adalah sebuah organisasi PAN Islamis yang berasal dari daerah timur tengah yang didirikan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani di kota Al-Quds pada tahun 1948 M. Hizbut Tahrir dibentuk untuk mencapai visi dan misi pendiri yang menurutnya beralasan kuat dan logis. Hizbut Tahrir menjelma sebagai partai politik yang berlandaskan dengan hukum islam di dalamnya. 

Bacaan Lainnya

Syaikh Taqiyuddin berkepercayaan bahwa Islam ada untuk mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia di dunia. Syaikh Taqiyuddin berkeyakinan bahwa suatu negara akan dengan mudah mengatur negaranya dan mengatasi semua masalah dengan penerapan hukum islam. Hal ini didasarkan pada kehidupan masa pemerintahan kekhalifahan muslim dari Zaman baginda Rasulullah hingga pada masa kepemimpinan para sahabat Rasulullah. 

Hizbut Tahrir beranggapan bahwa pada zaman sekarang, kerap kali ditemukan bahwa politik dipergunakan sebagai alat untuk meraih kekuasaan sebesar-besarnya. Bahkan tidak jarang juga ditemui para anggota partai yang berbau islam pun melakukan tindakan yang sama seperti itu.

Meskipun ideology dari Hizbut Tahrir ini berdasarkan pada suatu agama, tapi hal ini tentu tidak mudah diterima di banyak negara. Salah satunya adalah negara Indonesia. organisasi Islam transnasional pengusung khilafah Islamiyyah yang sering disebut Hizbut Tahrir Indonesia(HTI) ini telah berdiri di Indonesia sejak dekade 1980. 

Meskipun negara Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya muslim tetapi negara Indonesia berideologikan Pancasila melalui proses pengesahan yang panjang. Tentu saja kehadiran Hizbut Tahrir di Indonesia menjadi pro kontra di masyarakat. Hal ini terjadi karena Hizbut Tahrir membawa ideology Islam di negara yang berideologikan pancasila.

Meskipun kandungannya relative mirip, tetapi juga secara tidak langsung HTI melakukan “penistaan negara” terhadap Republik Indonesia, karena hendak membawa ideology baru didalam negara Indonesia.

Ideology Islam yang diusung oleh HTI identik dengan Khilafah dan Syariah. 2 hal tersebut bisa dikatakan sebagai fondasi utama dari Ideologi Islam HTI tersebut. HTI bertujuan menggunakan Syariah dan Khilafah sebagai sarana untuk menjalankan suatu pemerintahan negara. 

Mereka menganggap bahwa dengan diterapkannya Khilafah dan Syariah dalam mengatur jalannya pemerintahan negara, maka negara akan mudah dalam mencari solusi dalam mengatasi persoalan negara dengan berdasarkan ajaran dari agama Islam.

Syariah menurut pandangan HTI adalah kritik atas sistem demokrasi. Melalui juru bicaranya, M. Ismail Yusanto. HTI melakukan kritik atas kedaulatan demokrasi yang tidak menjadikan kedaulatan tuhan sebagai sendi utama dalam berpolitik. Melainkan mengutamakan rakyat sebagai pilar utama politik. 

Menurut Yusanto, hal ini bertentangan dengan salah satu hukum islam yang seharusnya menjadikan Syariat sebagai sumber utama dalam perumusan hukum, yang mempresentasikan tegaknya kedaulatan tuhan. HTI meyakini bahwa syariah adalah dasar dari kehidupan manusia, semuanya sudah tercantum di dalamnya. 

Mulai dari cara membangun keluarga hingga tata cara membangun negara dan menjalankannya. Bahkan hal sepele yang sering diremehkan, seperti tata cara berpakaian pun sudah diatur didalamnya. keyakinan ini berangkat dari pemahaman akan posisi syariah sebagai refleksi atas akidah. 

Dikarenakan akidah terkait erat dengan keimanan kepada Allah dan Islam, maka syariah adalah pelaksanaan dari keimanan tersebut. Oleh karena itu, penerapan syariah merupakan pengamalan keimanan dari muslim. Barangsiapa yang tidak menerapkan syariah, maka ia tidak beriman, alias murtad, keluar dari keislaman.

Untuk menegakkan syariah islam, HTI menggunakan pemerintahan Khilafah dalam menggapainya. khilafah merupakan bukti serta prasyarat bagi penerapan kesempurnaan Islam. Disebut bukti karena dengan adanya institusi politik khilafah Islam telah menyediakan tata aturan kehidupan yang bersifat publik, yang menemukan titik maksimal di dalam pendirian negara. 

Disebut prasyarat karena kesempurnaan Islam itu masih bersifat potensial. Ia harus diaktualisasikan melalui pendirian negara khilafah. Politik menurut HT tidak hanya merujuk pada pendirian lembaga negara, melainkan pembentukan masyarakat Islami secara menyeluruh. Oleh karena itu, politik ditempatkan dalam kerangka ideologi, sehingga Islam pun dipahami sebagai ideologi.

Indonesia adalah negara yang berlandaskan dasar negara Pancasila. Pancasila ini dicetuskan oleh para pahlawan bangsa pada saat peralihan dari masa penjajahan hingga menuju Indonesia yang merdeka. Tentu saja untuk menjadikan pancasila sebagai landasan ideal, harus melewati proses pertimbangan dan perdebatan yang panjang yang dilontarkan oleh para pahlawan kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Bagi rakyat Indonesia, Pancasila menjadi pedoman untuk melaksanakan kegiatan bernegara. Tentu juga, Pancasila adalah suatu hal yang sakral bagi bangsa Indonesia, dilihat dari kedudukannya sebagai landasan ideal dan proses untuk menentukan pancasila sebagai dasar negara yang melewati pertimbangan dari banyak pihak dari berbagai perbedaan pemikiran hingga tercapainya persetujuan untuk menetapkan Pancasila sebagai dasar negara.

Kedatangan Hizbut Tahrir dengan ideology islam ini, tentu menjadi polemic bagi negara Indonesia yang berideologikan Pancasila dan menganut sistem pemerintahan Demokrasi yang diatur oleh rakyat Indonesia sendiri. Munculnya Khilafah Islamiyah yang dibawa oleh HTI, menjadi perdebatan khususnya oleh kelompok Islam Indonesia. 

Khilafah Islamiyah yang direncanakan menjadi alternatif untuk menggantikan sistem demokrasi dinilai tidak sesuai bahkan bertentangan dengan prinsip demokrasi dalam Islam. Secara tegas, HTI menyampaikan dua alasannya untuk menggantikan Demokrasi dengan Khilafah Islamiyah melalui salah satu kadernya, DPD 1 HTI Sumut ustadz Aswir Ibnu Aziz dalam sebuah wawancara. 

Dia mengungkapkan bahwa HTI menolak keberadaan demokrasi. Ada dua alasan mengapa HTI menolak demokrasi, Alasan pertama, sistem demokrasi merupakan sistem yang tidak sesuai dengan Islam, sehingga tidak mungkin Hizbut Tahrir sebagai gerakan Islam masuk dalam sistem yang bertentangan dengan Islam. 

Pertentangan demokrasi dengan Islam terletak pada keyakinan siapa yang berhak membuat atau melegalisasi hukum. Dalam sistem demokrasi, salah satu tugas parlemen adalah legislasi hukum yang sebagian besar tidak berdasarkan syariah Islam. Dan dalam pandangan Hizbut Tahrir, melegislasi hukum tidak berdasarkan syariah Islam adalah keharaman. 

Landasan keharamannya sangat jelas. Dalam Alquran ada ayat-ayat yang menegaskan wajibnya berhukum dengan hukum Islam, misal dalam surat Al Maidah ayat 44 yang menyebutkan bahwa barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka bisa dihukumi sebagai orang kafir, dalam ayat 45 disebut sebagai orang fasik dan dalam ayat 47 disebut sebagai orang zalim. 

Alasan kedua, berdasarkan pengalaman yang ada menunjukkan bahwa perjuangan Islam melalui demokrasi bukanlah jalan yang tepat. Shiddiq mencontohkan beberapa negeri-negeri Muslim yang pernah mengalami fakta tersebut. Misalnya di Palestina, gerakan Islam Hamas menang dalam pemilu tetapi kemudian diboikot. 

Di Aljazair ada partai FIS yang memenangkan pemilu juga kemudian dibatalkan hasil pemilunya. Di Turki ada partai Refah pimpinan Erbakan memenangkan pemilu tapi kemudian hasil pemilu dibatalkan dan partai Refah dibubarkan. Dan kejadian di Mesir ketika terpilih presiden Mursi yang kemudian dikudeta oleh militer yang dipimpin As Sisi. 

Ini menunjukkan fakta-fakta sejarah yang bisa kita ambil pelajaran bahwa jalan demokrasi bukan jalan yang tepat dan memang sifat dasar demokrasi itu tidak cocok dengan Islam.”

Dilihat dari keinginan HTI yang sangat kuat untuk menerapkan sistem Khilafah Islamiyah, tentu banyak pihak yang menganggap bahwa Ideologi yang dibawa HTI ini dapat mengancam keberadaan dari Ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila. 

Dampak yang ditimbulkan dari organisasi yang dianggap radikal itu pun relative serius, yang bisa dilihat dari langkah yang diambil Kementerian Hukum dan HAM dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) Nomor AHU-30.AH.01.08 tertanggal 19 Juli 2017 yang mencabut status badan hukum dari kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 

Beberapa hari setelah penerbitan SK tersebut, beredar daftar nama anggota dan simpatisan HTI dari seluruh cabang di Indonesia, yang menimbulkan ketakutan atas kemungkinan permusuhan dan kekerasan atas orang-orang tersebut. 

Selain itu, hal yang terjadi karena anggapan HTI sebagai organisasi radikal dalam kehidupan berpolitik adalah Terjadinya aksi pembersihan yang berpotensi mendiskriminasi dan melanggar hak untuk berserikat dan kebebasan berekspresi. 

Hal ini sudah dimulai oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada Juli 2017 yang meminta setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk keluar dari HTI jika ingin tetap menjadi PNS. 

Kemudian, kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengerahkan anggota kepolisian di daerah-daerah untuk mengawasi aktivitas anggota dan simpatisan HTI. Humas Polri menyatakan polisi telah mengantongi izin untuk menghentikan dan menangkap anggota HTI yang dinilai menyebarkan ideologi anti-Pancasila dalam kegiatannya.

Dampak dari keinginan HTI untuk mengubah sistem demokrasi yang berdasarkan Pancasila menjadi sistem Khilafah yang berdasarkan pada Ideologi Islam terbukti mengalami pertentangan hebat dari berbagai pihak, termasuk juga pihak Majelis Ulama Indonesia yang termasuk kelompok islam pun menentang apa yang dilakukan organisasi HTI. 

Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Erfandi mengatakan pihaknya juga melakukan kajian terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dinilai melanggar Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). 

Dalam kajian MUI, lanjut Erfandi, HTI dinilai melakukan pelanggaran atas Perppu Ormas dan melawan Pancasila. “Kyai Ma’ruf itu sudah punya data memang yang dibubarkan oleh pemerintah itu benar-benar melakukan pelanggaran dan melawan Pancasila,” ujar Erfandi saat ditemui usai diskusi perppu ormas di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2017).

Dapat kita telaah dari keputusan yang diambil pemerintah dalam kasus pembubaran Organisasi HTI. Pemerintah mengambil langkah yang tepat dalam pembubaran HTI yang dikhawatirkan dapat membahayakan eksistensi Pancasila sebagai dasar negara.

Pos terkait